MENGAPA ORANG JAWA TIDAK MANTU PADA BULAN SURO?
Bagi para pengusaha rental sound system tentunya sangat paham betul jika dibulan suro tidak ada yang menyewa sound system kecuali untuk acara suroan, bulan suro memang hampir semua rental sound system libur, namun ada sebagian yang bingung kenapa. berikut penjelasanya.
Pada bulan Suro, orang Jawa tidak berani mantu/hajatan. Bahkan hanya memperbaiki pintu saja tidak berani. Bagi yang tidak paham hal ini dianggap bid’ah. Bahkan dianggap sesat dan menyesatkan. Padahal orang Jawa memberi nama Suro itu diambil dari bahasa Arab "Asyuro", kemudian menjadi Suro. Orang Jawa menyakralkan bulan ini bukan karena unsur mistis, tetapi karena sejarah besar yang terdapat di dalamnya.
Di Makkah pertama kali Islam diturunkan. Kemudian pindah ke Madinah hingga menjadi besar. Dari Madinah kemudian Islam pindah ke Basrah, Persia. Sayyidina Ali diutus Rasulullah ke Persia. Beliau pun boyong bersama istrinya Siti Fatimah dan dua putranya, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husen.
Di Basrah, Sayyidina Ali hidup berdampingan dengan masyarakat non muslim. Mereka hidup rukun dan baik. Akhlak mulia Sayyidina Ali membuat raja Persia terkesima hingga ingin mengambil menantu putranya. Menikahlah Sayyidina Husen dengan putri Raja Persia. Dan tidak lama kemudian Raja Persia memeluk Islam, meninggalkan agama Majuzi. Islam pun mulai berkembang baik disana.
Sementara di Madinah terjadi konflik perebutan kekuasaan antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah. Hingga Usman terbunuh. Sayyidina Ali dipanggil pulang ke Madinah untuk menggantikan Usman. Namun konflik terus bergejolak hingga Sayyidina Ali terbunuh.
Mendengar Sayyidina Ali wafat, kedua putranya menyusul ke Madinah. Keberadaan kedua putra Sayyidina Ali menjadi masalah. Yazid bin Muawiyah merasa tersaingi. Maka terjadi intrik politik sampai Sayidina Hasan terbunuh kena racun. Tambah keras konflik dengan Yazid akhrinya Sayyidina Husen pulang ke Persia bersama Dzuriah Nabi.
Namun Yazid menganggap Sayyidina Husen dan Dzuriah Nabi melarikan diri. Akhirnya Yazid mengirim pasukan untuk membunuh Sayyidina Husen bersama rombongan. Tanggal 9 Asyuro ketangkap di Padang Karbala. Kemudian dibantai habis-habisan pada tanggal 10 Asyuro. Peristiwa inilah yang menjadi pertanda bahwa tanggal 10 bulan Asyuro adalah tahun duka cita bagi kaum muslimin sedunia.
Peristiwa ini tidak akan dilupakan oleh orang Islam. Karenanya ada yang memperingati dengan menggunakan bubur merah putih. Merah tanda darah, putih tanda tulang. Ada pula yang memperingati dengan membuat keranda-keranda lalu diarak keliling. Itu menandakan begitu banyaknya keranda waktu itu yang berisi mayat cucu-cucu Nabi.
Begitu juga dengan orang Jawa, memperingati Asyuro dengan berbagai tradisi. Ada yang dikemas dengan menyantuni anak yatim. Agar tidak melupakan peristiwa terbunuhnya cucu-cucu Nabi tersebut.
Orang Jogja ada tradisi keliling Benteng sepuluh atau tujuh kali dengan tidak berbicara (topo bisu), saking sedihnya dengan berita duka tanggal 10 bulan Suro itu. Orang Solo melebur dirinya dengan kotoran kerbau, dalam rangka menunjukkan dukanya terhadap peristiwa pembantaian tersebut.
Semua ini dilakukan karena begitu hormatnya orang Jawa terhadap kanjeng Nabi, agar peristiwa terbunuhnya dzuriah Nabi di Padang Karbala tanggal 10 Asyuro ini tidak dilupakan. Dengan selalu mengingatkan anak cucunya jika bulan Suro adalah bulan duko (duka), hingga tidak boleh ada acara seneng-seneng, mantu atau hajatan yang lain.